Tuesday, August 19, 2008

Lonjakan Harga Minyak, Momentum Diversifikasi Energi

Harga minyak terus membubung tinggi dan melahirkan rekor-rekor baru harga minyak. Ketika lonjakan harga minyak terjadi pada tahun 1974, 1979 dan 1990, Indonesia sebagai negara pengekspor minyak ikut kebagian rezeki nomplok dengan kenaikan harga tersebut. Namun lonjakan kali ini "ceritanya" lain. Gejolak harga minyak ini dapat menggoyahkan pilar pilar perekonomian nasional. Saat ini Indonesia hanya menghasilkan minyak kurang dari 1 juta barrel per hari. Nilai ini turun drastis dari 1,4 juta barrel per hari pada tahun 1999, sejak dimulainya upaya restrukturisasi perminyakan nasional. Sementara itu, jumlah kebutuhan minyak nasional sekitar 1,2 juta barrel per hari. Kondisi ini diperparah dengan pola pengelolaan sumber energi nasional.

Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa lebih dari separo kebutuhan energi Indonesia dipenuhi dari minyak bumi. Dari keseluruhan jumlah konsumsi energi yang mencapai 700 juta SBM (setara barel minyak) per tahun, minyak bumi memasok sebesar 57% (400 juta barel), disusul gas bumi 25%, dan batu bara 13%, sedangkan sisanya 5% dipenuhi dari tenaga air, panas bumi, biomassa, surya dan sebagainya. Kita memiliki cadangan total minyak bumi, yang meliputi cadangan terbukti dan cadangan potensial, sekitar 10 milyar barel.

Jika tingkat produksi minyak rata-rata sebesar 400 juta barel per tahun, maka cadangan minyak akan kering dalam 25 tahun. Setelah itu, kita harus mengimpor seluruh kebutuhan minyak kita. Jika komposisi pasokan energi masih belum berubah secara signifikan dari kondisi saat ini, maka dapat dipastikan bahwa kondisi ekonomi Indonesia akan "terjun bebas" karena energi merupakan penggerak utama roda perekonomian. Dua puluh lima tahun bukanlah waktu yang panjang. Oleh karenanya, upaya perubahan komposisi pasokan energi kita harus diubah mulai saat ini, tidak boleh ditunda-tunda lagi. Lonjakan harga minyak kali ini merupakan momentum besar untuk melakukan upaya diversifikasi energi.

Pilihan sumber energi pengganti minyak yang terdekat adalah gas alam. Dari sisi penggunaannya, gas alam memiliki banyak kemiripan dengan minyak bumi sehingga pengalihan dari penggunaan minyak ke gas alam relatif mudah dilakukan dibandingkan dengan energi lain. Tingkat penggunaan sumber energi ini saat ini sekitar 170 juta SBM, atau 25 % dari jumlah pasokan energi per tahun. Jumlah total cadangan gas bumi Indonesia, baik cadangan terbukti maupun potensial, yang telah diketahui sekitar 390 trilyun kaki kubik atau sekitar 65 milyar SBM. Jadi, jika seluruh energi saat ini diganti dengan gas bumi, maka cadangan gas alam kita cukup untuk sekitar 90 tahun apabila tingkat penggunaan energi sebesar saat ini, 700 SBM per tahun.

Pilihan sumber energi pengganti minyak yang terdekat adalah gas alam. Dari sisi penggunaannya, gas alam memiliki banyak kemiripan dengan minyak bumi sehingga pengalihan dari penggunaan minyak ke gas alam relatif mudah dilakukan dibandingkan dengan energi lain. Tingkat penggunaan sumber energi ini saat ini sekitar 170 juta SBM, atau 25 % dari jumlah pasokan energi per tahun. Jumlah total cadangan gas bumi Indonesia, baik cadangan terbukti maupun potensial, yang telah diketahui sekitar 390 trilyun kaki kubik atau sekitar 65 milyar SBM. Jadi, jika seluruh energi saat ini diganti dengan gas bumi, maka cadangan gas alam kita cukup untuk sekitar 90 tahun apabila tingkat penggunaan energi sebesar saat ini, 700 SBM per tahun.

Selain gas dan batu bara, energi nuklir merupakan sumber energi potensial yang sampai saat ini belum dimanfaatkan di Indonesia. Negeri ini merupakan satu-satunya negara dengan penduduk besar, di atas 200 juta, yang belum memanfaatkan energi ini. Energi nuklir telah digunakan di banyak negara dan rekam jejak penggunaan energi ini pun telah tergelar di hadapan kita.

Jepang, misalnya, telah memiliki sejarah pemanfaatan energi yang tidak melepaskan gas karbon dioksida ini sejak tahun 1966. Saat ini Negeri Sakura ini memiliki 52 buah reaktor nuklir yang sedang beroperasi dengan total kapasitas daya sekitar 46 000 MW, lebih dari sepertiga total kapasitas daya listrik yang dimiliki. Kita tinggal menghitung secara rasional keuntungan dan tantangan opsi nuklir ini dibandingkan dengan sumber energi lain.
Pilihan ideal bagi Indonesia sebenarnya terletak pada energi baru dan terbarukan (EBT). Indonesia memiliki potensi besar sumber energi jenis ini seperti panas bumi, biomassa, mikrohidro, angin, surya, gambut, pasang surut dan gelombang. Di tinjau dari dampaknya terhadap lingkungan, energi ini termasuk energi yang ramah lingkungan. Sebagai daerah vulkanik, wilayah lndonesia termasuk negara kaya akan sumber energi panas bumi. Jalur gunung api membentang dari ujung Pulau Sumatra Sepanjang Pulau Jawa-Bali, NTT, NTB, Halmahera dan Pulau Sulawesi.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Listrik dan Pengembangan Energi, Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 20 ribu MW, lebih dari dua pertiga total kapasitas daya terpasang listrik PLN saat ini yang sekitar 28 ribu MW. Dari total potensi tersebut, sektar 8 ribu MW ada di pulau Jawa, 5 ribu MW di pulau sumatera dan sisanya di pulau-pulau lain. Energi dari perut bumi ini baru dimanfaatkan sebesar 887 MW atau 4,4 % dari seluruh potensi yang ada.
Sebagai negara tropis, Indonesia kaya akan biomassa. Kita memiliki potensi biomassa sebesar 50 000 MW yang tersebar di seluruh wilayah negeri ini. Dari jumlah sebesar ini, baru dimanfaatkan sebesar 313 MW, atau sebesar 0,62 % dari potensi yang ada. Sementara itu, energi baru dan terbarukan yang lain dapat dikatakan belum disentuh.

Dari Mana Memulainya

Semua pihak kelihatannya akan menyetujui upaya diversifikasi sumber energi. Namun, pertanyaan yang sulit dijawab adalah siapa pelopor dan dari mana mulainya. Pihak industri, utamanya swasta, merupakan pengguna energi dalam jumlah besar. Sekitar 40% energi yang dihasilkan digunakan oleh industri. Sisanya digunakan untuk transportasi, rumah tangga dan sebagainya. Industri menentukan pilihan jenis energi berdasarkan mekanisme pasar secara rasional.
Realitas saat ini menunjukkan bahwa minyak masih merupakan pilihan paling menguntungkan. Lonjakan harga minyak dapat menurunkan tingkat daya saing minyak terhadap energi lain. Kendati demikian, lonjakan kali ini belum cukup untuk mengubah komposisi pilihan sumber energi secara signifikan.
Perubahan pilihan energi tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat, karena diperlukan perubahan fasilitas dengan investasi tidak kecil. Perubahan ini, tentunya, disertai resiko yang tidak kecil. Oleh karena itu, upaya diversifikasi sumber energi ini tidak dapat diserahkan kepada pihak swasta sepenuhnya. Untuk memulai upaya diversifikasi sumber energi, pemerintah perlu mengambil inisiatif awal. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk memacu upaya ini.
Pertama, menciptakan suasana yang mendukung bagi pengalihan sumber energi dari minyak. Pemerintah dapat memberikan insentif, misalnya berupa keringanan pajak bagi industri pengguna energi selain minyak.. Tingkat pengurangan pajak ini tentunya disesuaikan dengan jenis sumber energi yang digunakan. Insentif tertinggi sebaiknya diberikan kepada pengguna sumber energi dari jenis EBT.
Kedua, langkah percontohan. Bagi para calon pengguna, contoh nyata merupakan faktor yang menentukan karena daya pikat sebuah contoh nyata melebihi argumentasi kata kata berapa pun jumlahnya. Lebih lebih di negeri dengan tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi ini. Percontohan dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN) di mana pemerintah memiliki kewenangan penuh untuk menentukan arah kebijakan. Pembangkit PLN sebanyak 34% digerakkan oleh BBM. Panas bumi baru menempati 2%. Oleh karena itu, PLN perlu mempelopori penggunaan panas bumi.
Hasil kajian JICA menunjukkan bahwa apabila listrik dibeli dengan harga 8 sen dollar per kwh, investor akan berebut untuk menggali panas bumi Indonesia. Angka ini jauh lebih murah dari biaya produksi listrik menggunakan minyak yang telah melampaui 15 sen dollar AS per kwh. Selama ini, PLN memerlukan payung hukum yang lebih kuat untuk mempromosikan panas bumi karena harga listrik panas bumi ini masih lebih mahal dibandingkan listrik dari batu bara. Pemerintah baru saja mengeluargkan peraturan menteri energi dan sumber daya mineral no 14 tahun 2008 tertanggal 9 mei 2008 tentang harga jual listrik yang dibangkitkan dari panas bumi, Dengan berlandaskan aturan yang baru ini, harga jual listrik panas bumi pada kisaran 7-8 sen dollar AS per kwh. Diharapkan bahwa ini dapat menjadi payung hukum bagi PLN dalam menggali potensi panas bumi di tanah air.
Ketiga, meningkatkan kapabilitas teknologi nasional di bidang energi.. Teknologi energi mencakup teknologi-teknologi untuk studi kelayakan, desain, konstruksi serta pengoperasian fasilitas. Pemerintah perlu mengalokasikan sumber daya yang memadahi untuk meningkatkan kapabilitas ini. Ada beberapa BUMN dan institusi pemerintah yang terlibat seperti Pertamina, PLN, kementerian ESDM, BPPT dan sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan koordinasi untuk meningkatkan kapabilitas teknologi nasional di bidang ini.
Untuk merealisasikan upaya diversifikasi energi nasional, ada satu syarat mutlak yang harus ada yaitu kepemimpinan nasional dengan visi jangka panjang. Hal ini dikarenakan kerja keras ini tidak akan membuahkan hasil dalam waktu singkat. Upaya ini ibarat menanam pohon kelapa yang boleh jadi penanamnya tidak memetik hasilnya secara langsung. Hasil jerih payah ini akan dirasakan oleh generasi mendatang. Ini lah rasanya yang sulit dicari di negeri ini.

Sumber: Rohadi Awaluddin, Peneliti ISTECS

No comments: