Thursday, August 21, 2008

Solar energy

Solar energy refers to the utilization of the radiant energy from the Sun. Solar power is used interchangeably with solar energy, but refers more specifically to the conversion of sunlight into electricity, either by photovoltaics and concentrating solar thermal devices, or by one of several experimental technologies such as thermoelectric converters, solar chimneys or solar ponds.
Solar energy and shading are important considerations in building design. Thermal mass is used to conserve the heat that sunshine delivers to all buildings. Daylighting techniques optimize the use of light in buildings. Solar water heaters heat swimming pools and provide domestic hot water. In agriculture, greenhouses expand growing seasons and pumps powered by solar cells (known as photovoltaics) provide water for grazing animals. Evaporation ponds are used to harvest salt and clean waste streams of contaminants.
Solar distillation and disinfection techniques produce potable water for millions of people worldwide. Simple applications include clotheslines and solar cookers which concentrate sunlight for cooking, drying and pasteurization. More sophisticated technologies concentrate sunlight for high-temperature material testing, metal smelting and industrial chemical production. A range of experimental solar vehicles provide ground, air and sea transportation
source: http://en.wikipedia.org

Tuesday, August 19, 2008

Briket Batubara Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah


Akhir-akhir ini harga bahan bakar minyak dunia meningkat pesat yang berdampak pada meningkatnya harga jual bahan bakar minyak termasuk minyak tanah. Minyak tanah di Indonesia yang selama ini di subsidi menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah Indonesia karena nilai subsidinya meningkat pesat menjadi lebih dari 49 trilun rupiah per tahun dengan penggunaan lebih kurang 10 juta kilo liter per tahun. Untuk mengurangi beban subsidi tersebut maka pemerintah berusaha mengurangi subsidi yang ada dialihkan menjadi subsidi langsung kepada masyarakat miskin. Namun untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM dalam hal ini Minyak Tanah diperlukan bahan bakar alternatif yang murah dan mudah didapat. Briket batubara merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari batubara, bahan bakar padat ini murupakan bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti Minyak tanah yang paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara masal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan relatif sederhana. 

Briket Batubara

Briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan sedikit campuran seperti tanah liat dan tapioka. Briket batubara mampu menggantikan sebagian dari kegunaan Minyak tanah sepeti untuk : Pengolahan makanan, pengeringan, pembakaran, dan pemanasan. Bahan baku utama Briket batubara adalah batubara yang sumbernya berlimpah di Indonesia dan mempunyai cadangan untuk selama lebih kurang 150 tahun. Teknologi pembuatan briket tidaklah terlalu rumit dan dapat dikembangkan oleh masyarakat maupun pihak swasta dalam waktu singkat. Sebetulnya di Indonesia telah mengembangkan briket batubara sejak tahun 1994 namun tidak dapat berkembang dengan baik mengingat Minyak tanah masih disubsidi sehingga harganya masih sangat murah, sehingga masyarakat lebih memilih Minyak tanah untuk bahan bakar sehari-hari. Namun dengan kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005, mau tidak mau masyasrakat harus berpaling pada bahan bakar alternatif yang lebih murah seperti Briket Batubara.

Jenis Briket batubara

1. Jenis Berkarbonisasi (super), jenis ini mengalami terlebih dahulu proses dikarbonisasi sebelum menjadi Briket. Dengan proses karbonisasi zat-zat terbang yang terkandung dalam Briket Batubara tersebut diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau an berasap, namun biaya produksi menjadi meningkat karena pada Batubara tersebut terjadi rendemen sebesar 50%. Briket ini cocok untuk digunakan untuk keperluan rumah tangga serta lebih aman dalam penggunaannya

2. Jenis Non Karbonisasi (biasa), jenis yang ini tidak mengalamai dikarbonisasi sebelum diproses menjadi Briket dan harganyapun lebih murah. Karena zat terbangnya masih terkandung dalam Briket Batubara maka pada penggunaannya lebih baik menggunakan tungku (bukan kompor) sehingga akan menghasilkan pembakaran yang sempurna dimana seluruh zat terbang yang muncul dari Briket akan habis terbakar oleh lidah api dipermukaan tungku. Briket ini umumnya digunakan untuk industri kecil

Produsen terbesar Briket Batubara di Indonesia saat ini adalah PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), atau PT. BA yang mempunyai 3 pabrik yaitu di Tanjung Enim Sumatera Selatan, Bandar Lampung dan Gresik Jawa Timur dengan kapasitas terpasang 115.000 ton pertahun. Disamping PT. BA terdapat beberpa perusahaan swasta lain yang meproduksi Briket Batubara namun jumlahnya jauh lebih kecil dibanding PT. BA dan belum berproduksi secara kontinyu.Dengan adanya kenaikan BBM khususnya Minyak Tanah dan Solar, tentunya penggunaan Briket Batubara oleh kalangan rumah tangga maupun industri kecil/menengah akan lebih ekonomis dan menguntungkan, namun demikian kemampuan produksi dari PT. BA. masih sangat kecil, untuk mengatasi kekurangan tersebut diharapkan partisipasi serta keikutsertaan pihak swasta untuk memproduksi dan mensosialisasikan penggunaan Briket Batubara disetiap daerah.

Keunggulan Briket Batubara
1. Lebih murah
2. Panas yang tinggi dan kontinyu sehingga sangat baik untk pembakaran yang lama
3. Tidak beresiko meledak/terbakar
4. Tidak mengeluarkan sauara bising serta tidak berjelaga
5. Sumber Batubara berlimpah

Perbandingan Pemakaian Minyak Tanah dengan BriketRumah tangga untuk 3 ltr/hari Minyak tanah Rp. 9000/hari; Briket Rp. 5400/hari; Penghematan Rp. 3600/hari. Warung makan untuk 10 ltr/hari Minyak Tanah Rp. 30.000/hari; Briket Rp. 18.000/hari; Penghematan Rp. 12.000/hari. Industri kecil untuk 25 ltr/hari Minyak Tanah Rp. 75.000/hari; Briket 45.000/hari; Penghematan Rp. 30.000/hariIndustri kecil untuk 100 ltr/hari Minyak Tanah Rp. 2.000.000/hari; Briket Rp. 1.502.450/hari; Penghematan Rp. 497.550/hari.

Parameter Antara Minyak Tanah dan BriketNilai kalori : Minyak Tanah 9.000 kkal/ltr; Briket : 5.400 kkal/kgEkivalen : Minyak Tanah 1 ltr; Briket 1.50 kgBiaya : Minyak Tanah Rp. 2800,- Briket : Rp. 1.300

Jenis dan Ukuran Briket batubara1. Bentuk telur : sebesar telu ayam2. Bentuk kubus : 12,5 x 12,5 x 5 cm3. Bentuk selinder : 7 cm (tinggi) x 12 cm garis tengah

Briket bentuk telur cocok untuk keperluan rumah tangga atau rumah makan, sedangkan bentuk kubus dan selinder digunakan untuk kalangan industri kecil/menengah

Kompor/Tungku Briket Batubara

Penggunaan Briket Batubara harus dibarengi serta disiapkan Kompor atau Tungku, jenis dan ukuran Kompor harus disesuaikan dengan kebutuhan. Pada prinsipnya Kompor/Tungku terdidri atas 2 jenis :
1. Tungku/Kompor portabel, jenis ini pada umumnya memuat briket antara 1 s/d 8 kg serta dapat dipindah-pindahkan. Jenis ini digunakan untuk keperluan rumah tangga atau rumah makan
2. Tungku/Kompor Permanen, biasanya memuat lebih dari 8 kg briket dibuat secara permanen. Jenis ini dipergunakan untuk industri kecil/menengah

Persyaratan Kompor/tungku harus memiliki :
1. Ada ruang bakar untuk briket
2. Adanya aliran udara (oksigen) dari lubang bawah menuju lubang atas dengan melewati raung bakar briket yang terdiri dari aliran udara primer dan sekunder
3. Ada rung untuk menampung abu briket yang terleak di bawah ruang bakar briket

Pengembangan produksi Briket batubara dan kompor/tungku sampai saat ini pihak BPP Teknologi melalui Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) telah lama mengembangkan dan men-disain mesin untuk memproduksi Briket Batubara skala kecil/menengah dengan kapsitas produksi sebesar 2 s/d 8 ton/hari. Dengan demikian industri briket sakala kecil/menengah ini diharapkan bisa tersebar di sentra-sentra pengguna Briket Batubara sehingga mudah dalam penyediaan briket secara kontinyu. Disamping itu pula BPP Teknologi telah mengembangkan jenis-jenis Kompor/Tungku Briket untuk keperluan rumah tangga, rumah makan serta industri kecil/menengah. Penjelasan lengkap silahkan akses http://www.ristek.go.id/
(sumber : PT. BA, BPPT)

Lonjakan Harga Minyak, Momentum Diversifikasi Energi

Harga minyak terus membubung tinggi dan melahirkan rekor-rekor baru harga minyak. Ketika lonjakan harga minyak terjadi pada tahun 1974, 1979 dan 1990, Indonesia sebagai negara pengekspor minyak ikut kebagian rezeki nomplok dengan kenaikan harga tersebut. Namun lonjakan kali ini "ceritanya" lain. Gejolak harga minyak ini dapat menggoyahkan pilar pilar perekonomian nasional. Saat ini Indonesia hanya menghasilkan minyak kurang dari 1 juta barrel per hari. Nilai ini turun drastis dari 1,4 juta barrel per hari pada tahun 1999, sejak dimulainya upaya restrukturisasi perminyakan nasional. Sementara itu, jumlah kebutuhan minyak nasional sekitar 1,2 juta barrel per hari. Kondisi ini diperparah dengan pola pengelolaan sumber energi nasional.

Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa lebih dari separo kebutuhan energi Indonesia dipenuhi dari minyak bumi. Dari keseluruhan jumlah konsumsi energi yang mencapai 700 juta SBM (setara barel minyak) per tahun, minyak bumi memasok sebesar 57% (400 juta barel), disusul gas bumi 25%, dan batu bara 13%, sedangkan sisanya 5% dipenuhi dari tenaga air, panas bumi, biomassa, surya dan sebagainya. Kita memiliki cadangan total minyak bumi, yang meliputi cadangan terbukti dan cadangan potensial, sekitar 10 milyar barel.

Jika tingkat produksi minyak rata-rata sebesar 400 juta barel per tahun, maka cadangan minyak akan kering dalam 25 tahun. Setelah itu, kita harus mengimpor seluruh kebutuhan minyak kita. Jika komposisi pasokan energi masih belum berubah secara signifikan dari kondisi saat ini, maka dapat dipastikan bahwa kondisi ekonomi Indonesia akan "terjun bebas" karena energi merupakan penggerak utama roda perekonomian. Dua puluh lima tahun bukanlah waktu yang panjang. Oleh karenanya, upaya perubahan komposisi pasokan energi kita harus diubah mulai saat ini, tidak boleh ditunda-tunda lagi. Lonjakan harga minyak kali ini merupakan momentum besar untuk melakukan upaya diversifikasi energi.

Pilihan sumber energi pengganti minyak yang terdekat adalah gas alam. Dari sisi penggunaannya, gas alam memiliki banyak kemiripan dengan minyak bumi sehingga pengalihan dari penggunaan minyak ke gas alam relatif mudah dilakukan dibandingkan dengan energi lain. Tingkat penggunaan sumber energi ini saat ini sekitar 170 juta SBM, atau 25 % dari jumlah pasokan energi per tahun. Jumlah total cadangan gas bumi Indonesia, baik cadangan terbukti maupun potensial, yang telah diketahui sekitar 390 trilyun kaki kubik atau sekitar 65 milyar SBM. Jadi, jika seluruh energi saat ini diganti dengan gas bumi, maka cadangan gas alam kita cukup untuk sekitar 90 tahun apabila tingkat penggunaan energi sebesar saat ini, 700 SBM per tahun.

Pilihan sumber energi pengganti minyak yang terdekat adalah gas alam. Dari sisi penggunaannya, gas alam memiliki banyak kemiripan dengan minyak bumi sehingga pengalihan dari penggunaan minyak ke gas alam relatif mudah dilakukan dibandingkan dengan energi lain. Tingkat penggunaan sumber energi ini saat ini sekitar 170 juta SBM, atau 25 % dari jumlah pasokan energi per tahun. Jumlah total cadangan gas bumi Indonesia, baik cadangan terbukti maupun potensial, yang telah diketahui sekitar 390 trilyun kaki kubik atau sekitar 65 milyar SBM. Jadi, jika seluruh energi saat ini diganti dengan gas bumi, maka cadangan gas alam kita cukup untuk sekitar 90 tahun apabila tingkat penggunaan energi sebesar saat ini, 700 SBM per tahun.

Selain gas dan batu bara, energi nuklir merupakan sumber energi potensial yang sampai saat ini belum dimanfaatkan di Indonesia. Negeri ini merupakan satu-satunya negara dengan penduduk besar, di atas 200 juta, yang belum memanfaatkan energi ini. Energi nuklir telah digunakan di banyak negara dan rekam jejak penggunaan energi ini pun telah tergelar di hadapan kita.

Jepang, misalnya, telah memiliki sejarah pemanfaatan energi yang tidak melepaskan gas karbon dioksida ini sejak tahun 1966. Saat ini Negeri Sakura ini memiliki 52 buah reaktor nuklir yang sedang beroperasi dengan total kapasitas daya sekitar 46 000 MW, lebih dari sepertiga total kapasitas daya listrik yang dimiliki. Kita tinggal menghitung secara rasional keuntungan dan tantangan opsi nuklir ini dibandingkan dengan sumber energi lain.
Pilihan ideal bagi Indonesia sebenarnya terletak pada energi baru dan terbarukan (EBT). Indonesia memiliki potensi besar sumber energi jenis ini seperti panas bumi, biomassa, mikrohidro, angin, surya, gambut, pasang surut dan gelombang. Di tinjau dari dampaknya terhadap lingkungan, energi ini termasuk energi yang ramah lingkungan. Sebagai daerah vulkanik, wilayah lndonesia termasuk negara kaya akan sumber energi panas bumi. Jalur gunung api membentang dari ujung Pulau Sumatra Sepanjang Pulau Jawa-Bali, NTT, NTB, Halmahera dan Pulau Sulawesi.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Listrik dan Pengembangan Energi, Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 20 ribu MW, lebih dari dua pertiga total kapasitas daya terpasang listrik PLN saat ini yang sekitar 28 ribu MW. Dari total potensi tersebut, sektar 8 ribu MW ada di pulau Jawa, 5 ribu MW di pulau sumatera dan sisanya di pulau-pulau lain. Energi dari perut bumi ini baru dimanfaatkan sebesar 887 MW atau 4,4 % dari seluruh potensi yang ada.
Sebagai negara tropis, Indonesia kaya akan biomassa. Kita memiliki potensi biomassa sebesar 50 000 MW yang tersebar di seluruh wilayah negeri ini. Dari jumlah sebesar ini, baru dimanfaatkan sebesar 313 MW, atau sebesar 0,62 % dari potensi yang ada. Sementara itu, energi baru dan terbarukan yang lain dapat dikatakan belum disentuh.

Dari Mana Memulainya

Semua pihak kelihatannya akan menyetujui upaya diversifikasi sumber energi. Namun, pertanyaan yang sulit dijawab adalah siapa pelopor dan dari mana mulainya. Pihak industri, utamanya swasta, merupakan pengguna energi dalam jumlah besar. Sekitar 40% energi yang dihasilkan digunakan oleh industri. Sisanya digunakan untuk transportasi, rumah tangga dan sebagainya. Industri menentukan pilihan jenis energi berdasarkan mekanisme pasar secara rasional.
Realitas saat ini menunjukkan bahwa minyak masih merupakan pilihan paling menguntungkan. Lonjakan harga minyak dapat menurunkan tingkat daya saing minyak terhadap energi lain. Kendati demikian, lonjakan kali ini belum cukup untuk mengubah komposisi pilihan sumber energi secara signifikan.
Perubahan pilihan energi tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat, karena diperlukan perubahan fasilitas dengan investasi tidak kecil. Perubahan ini, tentunya, disertai resiko yang tidak kecil. Oleh karena itu, upaya diversifikasi sumber energi ini tidak dapat diserahkan kepada pihak swasta sepenuhnya. Untuk memulai upaya diversifikasi sumber energi, pemerintah perlu mengambil inisiatif awal. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk memacu upaya ini.
Pertama, menciptakan suasana yang mendukung bagi pengalihan sumber energi dari minyak. Pemerintah dapat memberikan insentif, misalnya berupa keringanan pajak bagi industri pengguna energi selain minyak.. Tingkat pengurangan pajak ini tentunya disesuaikan dengan jenis sumber energi yang digunakan. Insentif tertinggi sebaiknya diberikan kepada pengguna sumber energi dari jenis EBT.
Kedua, langkah percontohan. Bagi para calon pengguna, contoh nyata merupakan faktor yang menentukan karena daya pikat sebuah contoh nyata melebihi argumentasi kata kata berapa pun jumlahnya. Lebih lebih di negeri dengan tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi ini. Percontohan dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN) di mana pemerintah memiliki kewenangan penuh untuk menentukan arah kebijakan. Pembangkit PLN sebanyak 34% digerakkan oleh BBM. Panas bumi baru menempati 2%. Oleh karena itu, PLN perlu mempelopori penggunaan panas bumi.
Hasil kajian JICA menunjukkan bahwa apabila listrik dibeli dengan harga 8 sen dollar per kwh, investor akan berebut untuk menggali panas bumi Indonesia. Angka ini jauh lebih murah dari biaya produksi listrik menggunakan minyak yang telah melampaui 15 sen dollar AS per kwh. Selama ini, PLN memerlukan payung hukum yang lebih kuat untuk mempromosikan panas bumi karena harga listrik panas bumi ini masih lebih mahal dibandingkan listrik dari batu bara. Pemerintah baru saja mengeluargkan peraturan menteri energi dan sumber daya mineral no 14 tahun 2008 tertanggal 9 mei 2008 tentang harga jual listrik yang dibangkitkan dari panas bumi, Dengan berlandaskan aturan yang baru ini, harga jual listrik panas bumi pada kisaran 7-8 sen dollar AS per kwh. Diharapkan bahwa ini dapat menjadi payung hukum bagi PLN dalam menggali potensi panas bumi di tanah air.
Ketiga, meningkatkan kapabilitas teknologi nasional di bidang energi.. Teknologi energi mencakup teknologi-teknologi untuk studi kelayakan, desain, konstruksi serta pengoperasian fasilitas. Pemerintah perlu mengalokasikan sumber daya yang memadahi untuk meningkatkan kapabilitas ini. Ada beberapa BUMN dan institusi pemerintah yang terlibat seperti Pertamina, PLN, kementerian ESDM, BPPT dan sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan koordinasi untuk meningkatkan kapabilitas teknologi nasional di bidang ini.
Untuk merealisasikan upaya diversifikasi energi nasional, ada satu syarat mutlak yang harus ada yaitu kepemimpinan nasional dengan visi jangka panjang. Hal ini dikarenakan kerja keras ini tidak akan membuahkan hasil dalam waktu singkat. Upaya ini ibarat menanam pohon kelapa yang boleh jadi penanamnya tidak memetik hasilnya secara langsung. Hasil jerih payah ini akan dirasakan oleh generasi mendatang. Ini lah rasanya yang sulit dicari di negeri ini.

Sumber: Rohadi Awaluddin, Peneliti ISTECS